KONFLIK DALAM ORGANISASI

Disusun Oleh:
NAMA : DONI SAPUTRA
NPM : 13011070
FAKULTAS
EKONOMI
PROGRAM
STUDY MANAJEMEN
UNIVERSITAS
BANDAR LAMPUNG(UBL)
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga
penulis berhasil menyelesaikan makalah ini.
Alhamdulillah penulis menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Teori Manajemen yang
berjudul “Konflik Dalam Organisasi”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
orangtua, yang telah memberikan dukungan moril, terutama kepada dosen pengasuh
yaitu Bapak Hendri Dunan selaku dosen pengasuh mata kuliah Teori Manajemen
Makalah ini berisikan mencakup
tentang konflik dalam organisasi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi dan ilmu pengetahuan kepada pembaca dalam menghadapi konflik pada
organisasi maupun individu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Jika ada kesalahan penulis minta
maaf dan kepada allah penulis minta ampun, penulis sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 . Latar belakang……………………………………………….....
1
1.2
. Maksud
dan Tujuan……………………………………………. .2
1.3
. Ruang
lingkup………………………………………………...... .3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………... 4
2.1. Konflik…………………………………………………………… 4
2.2 . Jenis dan sumber konflik……………………………………… 6
2.3.
Strategi Penyelesaian Konflik………………………………... 8
2.4. Teori Motivasi ………………………………………………….. 9
BAB lll PENUTUP…………………………………………………………….
13
3.1. Kesimpulan…………………………………………………….
.. 13
3.2. saran……………………………………………………………. 14
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………… 15
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Organisasi adalah suatu tempat di
mana banyak orang berkumpul dansaling berinteraksi
satu sama lain. Organisasi bisa terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi
yang ingin dituju. Setiap anggota yang ada di dalam organisasi, secara langsung
ataupun tidak langsung harus yakin dengan apa yang menjadi prinsip di dalam
organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang
ditentukankan dapat berjalan dengan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, di
dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik. Baik konflik internal maupun
konflik eksternal antar organisasi atau anggota di dalamnya. Konflik yang
terjadi bisa karena permasalahan yang sangat sepele ataupun permasalahan yang
benar-benar penting.
Adanya sekelompok orang di dalam
organisasi tersebut pasti juga terdapat beberapa pemikiran dan pendirian yang
berbeda-beda. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu timbulnya konflik. Konflik
tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara
bertahap. Jadi, jika konflik sudah teridentifikasi sejak awal, dicarikan
langkah penyelesaian yang lebih dini, maka relatif lebih mudah dalam penanganan
konflik. Kebijakan-kebijakan dan cara anggota berkomunikasi yang diterapkan
pada suatu organisasi sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi
dalam mempertahankan anggota dan segenap unsurnya. Konflik dalam
organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab itu,
penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik. Sebuah
realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan
erat dengan proses interaksi manusia.
1
Karenanya, yang dibutuhkan bukan
meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang
tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan,
asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan
organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai
sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran
yang berbeda pada setiap anggota organisasi.
1.2 Maksud dan
Tujuan
Pola pikir setiap manusia bisa
dituangkan dalam sebuah tulisan, dimana tulisan tersebut bisa mewakili apa yang
ingin disampaikan. Maksudnya adalah untuk membagikan informasi kepada pembaca
tentang uraian konflik dalam organisasi. Agar ke depannya kita sebagai anggota
dari organisasi manapun, khususnya pembaca lebih memahami mengenai konflik
tersebut, dan juga mengakibatkan pembaca bisa menjadi lebih bertoleran dengan
sifat setiap individu dalam berkelompok. Tujuan terpenting dari penulisan makalah
ini ialah sebagai salah satu alternatif solusi konflik dalam organisasi yang
menyeluruh. Disisi lain agar pembaca dapat memaknai konflik yang biasa terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.
Penulisan ini diharapkan dapat
menjadi saran atau pesan yang bisa diambil manfaatnya dalam menghadapi sebuah
konflik dalam organisasi sehingga organisasi yang ada dapat tetap hidup dengan
jati dirinya untuk mencapai tujuan. Sebagai mahasiswa dan pembaca yang baik,
semoga dapat membaca dan memahami tulisan ini.Hal tersebut juga merupakan
bentuk partisipasi untuk bertoleran dan menerima kekurangan sifat yang berada
satu lingkup bersama. Khususnya makalah ini baik dikonsumsi para kawula
muda-mudi untuk menyelesaikan permasalahan di dalam organisasi. Yang berakibat
menebalnya mental kita untuk ikut dalam memahami setiap manusia dengan segala
keterbatasaanya.
2
1.3 Ruang Lingkup
Konfik memang banyak sekali ruang
lingkupnya namun penulis hanya membahas mengenai konflik dalam organisasi.
Namun tentunya tidak semua lingkup akan dibahas dalam makalah ini. Penulis
membutuhkan beberapa pertanyaan untuk membahas konflik dalam organisasi dan Ada
beberapa sub bab yang akan dijabarkan sebagai salah satu topik konflik dalam
organisasi, antara lain adalah:
1. Apakah itu konflik?
2. Apa saja jenis dan sumber konflik?
3. Bagaimana cara penyelesaian
konflik?
Dengan adanya beberapa pertanyaan
diatas diharapkan agar kita dapat dengan mudah menganalisa konflik yang terjadi
. dengan mudahnya kita menganalisa maka membantu kita untuk menyeleaikan
konflik tersebut .
3
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konflik
Konflik berasal dari kata
kerja configere yang artinya saling memukul. Dilihat
dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu
lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Karena ciri-ciri individu dibawa
dalam hal interaksi sosial, konflik merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan
sehari-hari tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Definisi konflik menurut para ahli:
1. Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi
dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan
yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
2. Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi
terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai,
baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat
tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja.
3. Wood, Walace, Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan konflik (dalam
ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation
which two or more people disagree over issues of organisational substance
and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang artinya, konflik
adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju
terhadap suatu
4
4. permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu
dengan yang lainnya.
5. Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal
alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai,
persepsi, atau kepribadian.
6. Daniel Webster,
mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan
antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang
bertentangan.
3. Robbins, merumuskan konflik
sebagai sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang
untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk
hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya
mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa
sebuah konflik harus dianggap ada oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah persepsi
dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat
dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang
hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya
dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai
bernuansa konflik ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena
anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.Selanjutnya,
setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan dengan antara
lain, oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di asumsikan pula bahwa ada dua
pihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang.
Kita semua mengetahui pula bahwa
sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan
dalam organisasi tersedianya terbatas.
5
Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit
dalam organisasi akan berusaha memperoleh sumber daya tersebut secukupnya dan
kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh
setiap pihak yang punya kepentingan yang sama.Pihak-pihak tersebut kemudian
bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka
status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.
1. Cathy A Constantino dan Chistina
Sickles Merchant, menyatakan bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses
mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang
tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik
pada dasarnya adalah sebuah proses.
2.2 Jenis dan Sumber
Konflik
Jenis Konflik
1. Konflik antara atau dalam
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi
(konflik peran (role)).
Misalnya saat seseorang menerima
perintah yang berbeda dari dua atasannya. Atasan yang satu menyatakan harus
menjaga jarak antar karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara atasan
yang lain meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia
kesulitan menjalankan perannya.
2. Konflik antara kelompok-kelompok
sosial (antar keluarga, antar gank).
Misalnya tawuran yang terjadi antar
sma 6 dan 70.
3. Konflik kelompok terorganisir dan
tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Misalnya segerombolan pendemo di
depan gedung dpr yang mengakibatkan timbulnya tawuran antar polisi yang
bertugas keamanan di sana.
6
4. Konflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara).
5. Konflik antar atau tidak antar
agama.
Misalnya kita sering mendengar
perbedaan pendapat antar kelompok islam fpi dan muhammadiyah.
6. Konflik antar politik.
Sumber Konflik
1. Faktor komunikasi
Misalnya pegawai lini memiliki
wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staff lebih pada
memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting,
sementara staff merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di
kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau
bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
2. Faktor struktur tugas maupun
struktur organisasi
Misalnya dalam hubungan kerja, bagian
pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan
cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai
agar posisi keuangan perusahaan tetap stabil.
3. Faktor yang bersifat personal
Misalnya di waktu yang sama,
seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang sudah lama
didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang
besar.
4. Faktor lingkungan
Misalnya seseorang yang harus
menjual produk dengan harga tinggi, padahal dia sadar bahwa calon konsumennya
membutuhkan keuangan untuk ongkos sekolahnya.
7
2.3 Strategi Penyelesaian Konflik
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang
menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian
bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang
menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya
penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.
Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian
kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain untuk berdamai. Satu pihak
memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran positif,
dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan. Biasanya dengan menggunakan
sering orang akan lebih mudah untuk meredam konflik dengan sering orang akan
belajar dengan keterbukaan isi hati masing-masing sehingga mempermudah untuk
mencari solusi.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang
memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem
(problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari
kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau
mengacuhkan kepentingan kelompok lain. Pengindaran bisa menghilangkan konflik
namun konflik tersebut bisa muncul kembali karena belum terjadi penyelesaian .
8
Terdapat juga cara bersikap untuk
penyelesaian konflik:
1. Bersikap
proaktif
Setiap anggota
tim harus turut aktif dalam menyelesaian konflik secara
proaktif.
1. Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat
menghindari diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam
menyelesaikan konflik yang timbul.
1. 3. Keterbukaan
Setiap anggota
harus terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan
dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga
menjadi konflik yang fungsional.
2.4 Teori Motivasi
Motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan
ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait
dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak
menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan
dengan arah yang menguntungkan organisasi.
Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa
lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Berikut ini adalah 5 teori motivasi
menurut para ahli:
1. Teori Motivasi oleh Douglas Mc
Gregor (Teori X dan Y)
Douglas Mc Gregor menemukan teori X
dan Y setelah mengkaji cara para manager berhubungan dengan para karyawan. Ada
empat asumsi negatif yang dimiliki oleh manager dalam teori X, yaitu:
9
1. Karyawan pada dasarnya tidak
menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai
pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai
tujuan.
3. Karyawan akan menghindari
tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga).
4. Sebagian karyawan menempatkan
keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit
ambisi.
Bertentangan dengan
pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada empat
asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai
hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
2. Karyawan akan berlatih
mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
3. Karyawan bersedia belajar untuk
menerima, mencari dan bertanggung jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai
keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi
mereka yang menduduki posisi manajemen.
2. Teori Motivasi oleh Abraham
Maslow (Teori Hierarki Kebutuhan)
Teori motivasi yang paling terkenal
adalah teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa
dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu
fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman
(rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih
sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor
penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan,
pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
10
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke
dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai
kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan
aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat
tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara
internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara
eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara
manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian
tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan
beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan, teori ini tidak menemukan
pendukung yang kuat.
3. Teori Motivasi oleh David Mc
Clelland (Teori Motivasi Kontemporer)
Teori motivasi kontemporer bukan
teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan
kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. Teori kebutuhan
McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori
kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai
berikut:
1. Kebutuhan pencapaian: Dorongan
untuk melebihi, mencapai standar, berusaha keras untuk berhasil.
2. Kebutuhan kekuatan: Kebutuhan
untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak
akan berperilaku sebaliknya.
3. Kebutuhan hubungan: Keinginan
untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
4. Teori Motivasi oleh Herzberg
(Teori Dua Faktor)
Herzberg memandang bahwa kepuasan
kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja
berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
11
Faktor-faktor ekstrinsik (konteks
pekerjaan) meliputi: (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4)
Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu penyelesaian, (7) Mutu hubungan
interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.
Keberadaan kondisi-kondisi ini
terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi
ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu
mempertahankan setidaknya suatu tingkat “tidak ada kepuasan”, kondisi
ekstrinsik disebut ketidakpuasan, atau faktor hygiene.
Faktor Intrinsik meliputi: (1)
Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan, (3) Tanggung jawab, (4) Kemajuan, (5)
Pekerjaan itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang. Tidak adanya kondisi-kondisi
ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan
membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh
karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
Teori dua faktor Herzberg
mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan karakteristik dapat
menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi fokus manajer akan
bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak memotivasi karyawan.
Motivasi ini diukur dengan cara mewawancarai karyawan untuk menguraikan
kejadian pekerjaan yang kritis.
Dalam suatu organisasi bila terjadi
suatu konflik itu sudah hal wajar , maka ini tugas pimpinan untuk menangani /
meredam konflik tersebut dengan mempengaruhi anggotanya untuk mengambil jalan
yang terbaik , motivasi pimpinan
terhadap anggota organisasi sangat penting.
12
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Organisasi adalah suatu tempat di
mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain. Tetapi
seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik.
Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu
berkembang secara bertahap. Yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi
bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang tidak negatif bagi
organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai
sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran
yang berbeda pada setiap anggota organisasi. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan
yang menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan,
dan lain sebagainya.Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat
disimpulkan bahwa kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat
dihindarkan tetapi hanya dapat diminimalisir. Konflik dalam organisasi dapat
terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu
karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok
tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi.
Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan
organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani
dapat merugikan kepentingan organisasi. Yang terpenting adalah mengembangkan
pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran
konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan pengembalian yang
cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur
besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpinannya,
13
seorang pimpinan akan dapat mengendalikan
konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan
organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat
dirasakan oleh dirinya sendiri. Penyeselaian dari konflik adalah dengan cara
menimbulkan sikap dalam diri masing-masing, yaitu rasa saling menghormati,
menghargai dan rasa toleransi yang bisa menghindarkan kita dari
permasalahan yang menyebabkan terjadinya suatu konflik.
3.2 Saran
1. Menanggapi konflik dengan kepala
dingin, jangan emosi agar konflik dapat di selesaikan dengan baik.
2. Meminimalisir ego pada sifat
alami diri sendiri saat sedang ada dalam kelompok.
3. Mengutamakan kepentingan bersama,
jika mempunyai pendapat sosialisasikan bersama anggota kelompok yang lain.
4. Motivasi rekan atau bawahan
dengan apresiasi secara benar karena dukungan sangat penting dalam
menyelesaikan masalah.
5. Menghargai setiap pendapat yang
disampaikan atau yang diutarakan.
6. Selalu berfikir positif setiap
ada masukan pendapat.
7. Menyelesaikan setiap masalah yang
timbul sampai tuntas.
8. Menghindari konflik dengan
berkomunikasi baik sesama anggota.
9. Memanfaatkan setiap ide atau
pendapat yang masuk.
10. Keterbukaan pada setiap anggota
kelompok harus ada agar dapat menyelesaikan konflik dengan baik dan tidak
berlarut-larut.
11. Kita harus selalu belajar dari
pengalaman .
12. Melakukan sesuatu tidak boleh
semau kita tapi juga menggunakan perasaan agar disekeliling kita tidak merasa
tersinggung
13. Masalah sebaiknya harus cepat
diselesaikan agar tidak semakin besar dan mencemarkan nama baik organisasi.
14. Kuncinya dalam menangani konflik adalah dengan
saling menyadari tidak boleh egois.
14
DAFTAR PUSTAKA
http: imotivsion .blogspot.com



20:25
Unknown
0 comments:
Post a Comment